Blog Archives

Etika Webinar

Semenjak wabah Covid-19 melanda dunia, melahirkan tren baru dunia media sosial yaitu webinar. Sebenarnya seminar daring atau webinar bukanlah hal yang baru sama sekali, namun belakangan hal ini seperti mendadak menjadi suatu kebiasaan baru. Dorongan untuk mengikuti webinar selain sebagai upaya untuk menambah pengetahuan juga bermanfaat untuk menjaga eksistensi dan kewarasan. Bisa dibayangkan jika dalam situasi pembatasan fisik dan sosial, kita dipaksa untuk tetap tinggal di dalam rumah tanpa kegiatan yang produktif maka akan sangat membosankan. Celakanya ketika ada kesempatan untuk berinteraksi melalui media daring seperti webinar terkadang justru bertindak tidak bijak, misalnya dengan menggunakan chat dalam webinar untuk hal-hal yang tidak substansial.

Berikut beberapa etika umum yang menjadi pedoman saya pribadi dalam mengikuti webinar:

  1. Melakukan pengecekan alat pendukung seperti laptop termasuk diantaranya ketersediaan catu daya dalam hal ini baterai dalam keadaan penuh. Kabel charger, kuota internet, dan dalam kasus tertentu saya menggunakan microphone clip extenstion yang memungkinkan bisa mendapatkan suara yang lebih jernih.
  2. Melakukan pengecekan kualitas suara dan tampilan (audio-video). Dalam situasi tertentu perlu dipertimbangkan menggunakan lampu tambahan agar diperoleh pencahayaan yang bagus.
  3. Menggunakan pakaian yang pantas dan rapih sesuai dengan kebutuhan. Biasanya penyelenggara akan memberikan instruksi dilakukan pengambilan gambar tangkapan layar untuk dokumentasi.
  4. Masuk ke dalam aplikasi dengan menggunakan nama sesuai petunjuk panitia. Jika tidak ada petunjuk pastikan menggunakan nama jelas. Biasanya saya menggunakan nama lengkap, dalam kasus tertentu saya tambahkan nama institusi atau kota (nama lengkap, nama lengkap_isntitusi, nama lengkap_kota).
  5. Ketika masuk ke dalam room webinar pastikan audio (mute) dan video dalam kondisi tidak aktif, kecuali disyaratkan lain.
  6. Menyalakan audio (unmute) dan video jika akan bicara dan telah diberikan ijin oleh admin atau host.
  7. Menyampaikan gagasan secara padat berisi, fokus pada pertanyaan, tambahan atau sanggahan. Tidak perlu berbasa-basi menyampaikan salam dan terima kasih satu per satu. Ingat bahwa setiap waktu yang digunakan sangat bermakna, bisa jadi orang lain jauh membutuhkan waktunya. Tidak perlu juga menyampaikan gagasan sampai terkesan menjadi nara sumber tandingan. Tidak lupa untuk memperkenalkan diri secara singkat, cukup nama lengkap dan asal institusi atau kota.
  8. Meskipun ada kesempatan untuk menyampaikan pertanyaan secara langsung, saya cenderung untuk mengajukan pertanyaan via chat box. Saya berasumsi nara sumber akan punya waktu yang cukup untuk mempersiapkan jawaban.
  9. Begitu bermaknanya saluran chat box, saya tidak akan menggunakan saluran itu hanya untuk sekedar menyapa “say hello”, atau hanya menyatakan “hadir”. Bukti kehadiran paling bermakna adalah dengan mengajukan pertanyaan. Bahwa apakah pertanyaan kita akan terjawab atau tidak, itu perkara lain. Penyelenggara webinar yang profesional terkadang memberikan jawaban tertulis di kemudian hari via email, ketika narasumber tidak ada kesempatan menjawab pada sesi tanya jawab langsung.
  10. Dalam menggunakan chat box tidak selalu relevan untuk semua orang, sehingga saya cenderung menggunakan komunikasi secara private, termasuk kepada admin atau host. Namun jika pembahasan terkait kebutuhan semua orang misalnya tertib acara maka saya gunakan chat box untuk semua orang (everyone).
  11. Penulisan pertanyaan atau sanggahan dalam chat box seringkas mungkin. Pertanyaan ditujukan kepada siapa? Substansi pertanyaan disampaikan dengan kalimat yang jelas serta tambahkan identitas sebagai penutup (nama lengkap, nama lengkap_isntitusi, nama lengkap_kota). Hal ini akan sangat membantu co-host atau panitia untuk melakukan dokumentasi pertanyaan, sehingga dapat membatu nara sumber untuk bisa memilih dan menjawab pertanyaan dengan baik.

Sebagai tambahan, biasanya dalam suatu ajang webinar panitia akan mengundang kita dalam group whatsap, telegram dan sejenisnya. Oleh karena itu penting bagi kita untuk menggunakan group tersebut secara bijak, misalnya tidak membagikan konten atau pembahasan yang tidak relevan dengan maksud dan tujuan group. Tidak menutup kemungkinan ketika acara webinar sudah selesai group tersebut masih tetap aktif, untuk keperluan yang lain pastikan telah meminta ijin kepada orang-per orang jika akan dimasukkan dalam group baru ataupun minta ijin ke admin jika akan menyampaikan pengumuman secara langsung di group tersebut.

Demikian yang dapat saya bagikan, dengan maksud untuk mengingatkan diri kita masing-masing. Semogga bermanfaat.

Waktunya Berjemur?

Merebaknya pandemi virus Corona (Covid-19) membangkitkan kesadaran masyarakat untuk lebih peduli dengan kebersihan dan kesehatan tubuhnya. Salah satu upaya untuk meninggkatkan kesehatan adalah dengan cara mendapatkan asupan Vitamin D yang cukup dengan cara berjemur di Matahari pagi. Belakangan banyak terjadi perdebatan pada jam berapa cahaya Matahari yang paling bagus untuk berjemur? Ada yang bilang jam 09.00 pagi, ada yang bilang jam 10.00 pagi. Manakah yang tepat?

Tidak semata-mata tentang jam, namun dengan adanya pembagian zonasi waktu juga posisi kita memberikan sedikit varian tentang waktu yang tepat untuk berjemur. Cahaya Matahari dengan panjang gelombang sekitar 315-280nm merupakan UV b yang diperlukan oleh tubuh untuk menghasilkan vitamin D. Singkat cerita, cahaya UV b itu masuk ke Bumi pada sudut kemiringan tertentu, yaitu antara 45-900 Pada sudut yang optimal tersebut adalah waktu yang tepat untuk berjemur. Lalu pada jam berapa kita bisa mendapatkan matahari pada sudut kemiringan 45-90 derajat?

Jawabannya tergantung lokasi kita masing-masing. Nah supaya tidak ribet, bisa nih menggunakan aplikasi hitungan otomatis dengan tata cara sebagai berikut:
1. Buka link berikut https://keisan.casio.com/exec/system/1224682277
2. Klik tombol Google Map, pilih lokasi anda. Abaikan kolom tanggal, akan terisi otomatis.
3. Time Zone tulis angka 7 untuk WIB, 8 untuk WITE, 9 untuk WIT
4. Klik tombol Execute. Lihat hasil perhitungannya, scroll ke bawah.
5. Perhatikan kolom Elevation Angle dengan nilai di atas 45 dan kurang dari 90. Setelah ketemu, lihat kolom sebelah kiri yang menunjukkan jam dan menit.
Sebagai contoh : Untuk posisi di Salatiga, maka waktu yang tepat dimulai pada jam 09.00 pagi dengan sudut elevasi 48.25 derajat. Jika berjemur sebelum jam 09.00 tidak bermanfaat untuk menghasilkan Vitamin D, karena akan lebih banyak cahaya UV a yang justru dapat memicu kerusakan kulit seperti keriput.

Masing-masing daerah tentunya ada sedikit perbedaan waktu, tinggal menyesuaikan. Selanjutnnya yang menjadi catatan adalah mengenai lama waktu untuk berjemur. Orang Indonesia dengan kulit cokelat muda rata-rata membutuhkan waktu sekitar 15 menit. Semakin gelap-warna kulit perlu semakin lama untuk berjemur. Namun tidak disarankan terlalu lama juga supaya tidak merusak kulit.

Jadi sudah tahu kan kapan saat yang tepat untuk berjemur? Iya, berjemur di samping kamu. Demikian semoga membantu.