Monthly Archives: March 2006

Memahami Logika Lembaga Kemahasiswaan

I. PENGANTAR

Diawali dari keberadaan kita di kampus UKSW sebagai mahasiswa, kita telah berada dalam sub sistem dunia pendidikan. Sistem tersebut saling terkait satu dengan yang lain, termasuk dengan supra-sistem yang ada di sekitarnya, seperti sistem sosial kemasyarakatan, sistem pendidikan nasional yang dikembangkan, sistem keagamaan, sistem ekonomi politik dan masih banyak lagi. Keberadaan kita sebagai mahasiswa tidak hanya terpengarus oleh satu sistem saja, tetapi banyak sistem. Misalnya saat kita kita masuk kuliah, tujuan utama kita adalah untuk belajar dan harus segera lulus. Namun demikian dalam proses selanjutnya, kita menemukan banyak fakta yang mengharuskan kita untuk  tidak tinggal daiam dan hanya sekedar menyelesaikan studinya dengan cepat. Fakta dilapangan tersebut atara lain menyangkut tentang ketidak adilan, kesewenang-wenangan, pelanggaran HAM dan lain sebagainya.

Pertanyaan selanjutnya adalah “ Apakah kita belajar hanya untuk sekedar mendengar, tahu dan membiarkan semua itu terjadi begitu saja?”

Yang harus kita waspadai adalah sampai sejauh ini kita masih merasa aman karena berbagai fakta di lapangan tersebut tidak menimpa diri kita, tetapi suatu saat hal itu bisa menimpa diri kita, dan mungkin sudah menimpa diri kita, hanya saja kita tidak menyadarinya. Karena kita tidak menyadarinya maka kita tidak perlu untuk melakukan persiapan ataupun antisipasinya.

Pertanyaan selanjutnya adalah “Darimana kita bisa mencapai tingkat kesadaran untuk memahami berbagai faktor yang tidak hanya mempengaruhi tetapi juga memaksa diri kita untuk berbuat atau besikap tertentu?”

Banyak hal yang dapat dilakukan orang untuk mencapai tingkat kesadara tertentu, misalnya para penganut Budhisme dan Konfucianisme mereka melakukan meditasi berhari-hari untuk memeproleh kesadaran tertinggi. Namun demikian kita dapat mempelajari hal itu, sekaligus kita membuat berbagai antisipasi untuk masa yang akan datang, salah satunya adalah dengan ber-LK.

II. MANFAAT BER-LK

Seperti telah disinggung di atas, melalui pendidikan kiat dapat mencapai tingkat kesadaran tertentu. Namun demikian justru terkadang melalui pendidikan kita juga diarahkan untuk mencapai kesadaran yang keliru, yaitu kesadaran yang tidak menghargai primsip-prinsip dasar kehidupan seperti nilai-nilai kemanusiaan, kebebasan yang bertanggung jawab. Oleh karena itu kehadiran LK diharapkan dapat memberikan kesadaran yang relatif lebih tepat.

Mengapa melalui LK? Melalui LK kita akan mempelajari sebuah sistem, sebuah oraganisasi yang di dalamnya terdapat seperangkat aturan mengenai mekanisme lembaga tersebut dijalankan, yaitu KUKM. Beberapa aturan di dalamnya kadang tersa kaku dan memaksa kita untuk mematuhinya, namun demikian adanya bahwa keberadaan kita dalam sebuah sistem memang mengharuskan kita untuk melakukan penyesuiaan diri, seperti halnya kita memahami fenomena tata surya. Yang menjadi lebih menantang adalah bagaimana caranya agar kita dapat menyesuikan diri terhadap sistem yang ada tanpa adanya rasa keterpaksaan, dan justru kita menikmatinya sebagai bagian dari sebuah proses untuk mencapai kesadaran.

Tingkat kesadaran yang diperoleh tidak akan pernah berhenti pada titik tertentu. Namun demikian perolehan kesadaran yang terlambat sangatlah tidak menguntungkan, seperti ada pepatah bialng “Pengalaman adalah guru yang terbaik”. Untuk hal-hal yang tidak prinsipil, pengalaman boleh dijadikan sebagai guru yang terbaik, tetapi jika sudah menyangkut hal-hal yang prinsip maka janganlah kiranya pengalaman menjadai guru yang terlambat. Untuk memacu kesadaran agar tidak terhambat pertumbuhaannya maka kita haus banyak belajar dari fakta-fakta emipris di lapangan.

Banyak hal untuk mendapatkan pelajaran mengenai fakta empriris di lapangan kita harus membayar mahal. Namun demikian saat kita berada di LK kita akan mendapatkan pengalaman menggalami berbagai fakta empirisa tersebut dengan cuma-cuma, dengan demikian kita akan memacu otak kita untuk mencercap dan menganalisis, mencari solusi dan membuat antisipasi atas  fakta tersebut. Dengan kata lain kita dapas selangkah lebih maju dari yang lain, sehingga saat banyak orang kebingungan maka kita akan menjadi sumber berkat dan pertolongan bagi orang lain. Kurang lebih demikianlah kita memaknai Creative Minority.

III. BAGAIMANA SISTEM INI DIJALANKAN

Lembaga kemahasiswaan dibangan atas kebutuhan mendasar akan perlindungan hak-hak kita sebagai mahasiswa, salah satunya adalah hak untuk dapat mengembangkan diri dan berpartisipasi aktif dalam proses pendidikan yang dijalankan. Oleh karena itu sudah menjadi kewajiban bagi fungsionaris LK untuk menyadari kebutuhan-kebutuhan mahasiwa, dengan demikian keberadaannya di lembaga dapat berperan secara optimal. Apabila tingkat kesadaran fungsionaris yang ada di LK kurang, maka ia menjadi tidak peka akan kebutuhan mahasiswa, dengan demikian keberadaannya di lembaga tidak akan menjadi berkat bagi mahasiswa atau bahkan justru menjadi beban bagi mahasiwa.

Dengan demikian menjadi fungsionaris bukanlah tanggungjawab yang mudah, tetapi memang demikian kalau kita memahami makna pelayanan  memang tidaak ada yang mudah. Oleh karena beratnya tugas dan tanggungjawab sebagai fungsionaris maka sudah menjadi kebutuhan mendasar bagi fungsionaris untuk mengasah dan mengembangkan diri sembari melakukan pelayanan. Salah satu pendekatan yang dipakai adalah dengan cara mengikuti pelatihan kepemimpinan.

Keberadaan LK di Fakultas sebenarnya didasarkan atas kenyataan bahwa terdapat karakteristik yang berbeda-beda di tiap Fakultas. Dengan demikian pengembangan kadar keilmuan lebih banyak difokuskan di Fakultas. Sementara itu kebutuhan yang lainnya dapat dilaksanakan secara bersama-sama ditingkatan Universitas. Meskipun sepintas ada pemilahan tanggungjawab kegiatan, tetapi Lk harus tetap dimaknai sebagai kesatuan lembaga. Jika pemaknaan akan kesatuan lembga tersebut tidak berhasil maka akan menghadirkan egosentrisme Fakultas yang terlalu tinggi, dengan demikian tugas dan tanggungjawab pokok dari keberadaan LK terhadap mahasiswa tidak dijalankan secara optimal.

Barangkali yang terjadi di LK UKSW saat ini adalah seperti demikian. Oleh karena itu sangatlah wajar jika LK kemudian kehilangan jatidirinya, yang kemudian menafsirkan makna berLK hanya sekedar berkegiatan saja. Di sisi lain karena mahasiswa merasa tidak lagi mendapat manfaat bahkan cenderung dirugikan maka LK kemudian ditinggalkan oleh mahasiswa.

IV. APA YANG BISA KITA LAKUKAN

Untuk memahami fenomena yang terjadi di LK maka kita mesti memahami latar belakang dan makna keberadaan LK itu sendiri. Untuk dapat memahami latar belakang dan makna keberadaan LK dapat dilakukan melalui pelatihan, diskusi ataupu evaluasi penyelenggaran LK. Berdasarkan temuan dari evaluasi tersebut maka kita kan dapat belajar banyak menyususun strategi ke depan, sehingga diharapkan LK mampu menghadirkan diri secara mapan dan luwes trlebis di dalam sistem pendidikan trimester.

Berdesarkan sederetan cerita di atas, seolah memahami LK menjadi begitu mudah, namun demikian itu hanya kan menjadi pemahaman saja dan bukanlah kesadaran. Untuk itu kita harus ambil bagian dalam proses tersebut. Karena keseluruhan proses yang kita alami dalam berLk tidaklah sepenuhnya kita sadari manfaatnya, sebagian diantaranya tersenbunyi dan kita akan tahu jika kita telah mengalaminya.


[1] Disampaikan dalam LDKM FKIP PE, 12 Maret 2006.

[2] Mahasiswa Fakultas Biologi, Ketua Umum Senat Mahasiswa UKSW Periode 2005-2006.

Lembaga Kemahasiswaan Universitas Kristen Satya Wacana di Tengah Pergumulan Pergerakan Mahasiswa Nusantara

I. Sebuah Introspeksi

Selasa, 21 Februari 2006 saya baru saja mengikuti Konggres Mahasiswa Nusantra. Selama tiga hari konggres, saya bergumul dengan keberadaan Lembaga Kemahasiswaan (LK) Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW). Dalam pergumulan saya tersebut, kita (UKSW) merasa sangat kecil sekali, kita tidak ada apa-apanya, jangankan UKSW para peserta dari seluruh penjuru nusantara –selain dari Jawa Tengah- tidak ada yang mengetahui Salatiga itu dimana. Benarkah LK UKSW masih ada? Kalau ada dimanakah sekarang? Apa saja yang sedang dikerjakannya?

Berdasarkan pertanyaan tersebut di atas, sudah menjadi tanggung jawab kita untuk menunjukan eksistensi LK kepada dunia luar, tetapi setidaknya dapat kita lakukan dari dalam lembaga kita sendiri.

II. Mengapa LK UKSW Enggan Terbangun dari Keterpurukan

Keberadaan LK UKSW yang menggunakan model Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi (SMPT) mempunyai beberapa konsekuensi antara lain : LK merupakan satu-satunya wadah pengembangan kreatifitas mahasiswa, Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) berada dibawah LK, keberadaan organisasi ekstra universiter berbasis ideologi tidak dapat berkembang di  dalam kampus, kekuatan mahasiswa terpecah belah oleh fakultas-fakultas, LK menjadi mlembaga yang elitis dan kurang progresif.

Dari konsekuensi tersebut di atas, baik secara langsung atau tidak langsung memperngaruhi corak berpikir dan model pergerakan LK UKSW. Karena LK merupakan satu-satunya wadah pengembangan kreatifitas mahasiswa maka kita (fungsionaris) merasa diri cukup kuat, sehingga kita tidak perlu lagi bersusah-susah memperbaiki LK toh LK  akan tetap ada. Keberadaan LK menjadi terlalu datar karena tidak mendapatkan saingan dari organisasi lain seperti UKM, Pramuka, Menwa. Dengan demikian indikator keberhasilan berlembaga tidak melulu dipengaruhi oleh kualitas kegiatan, tetapi justru dari banyaknya kegiatan yang diselenggarakan, sehingga akan terkesan paling hebat diantara SEMA yang lain, bahkan terhadap SMU.

LK di Perguruan Tinggi (PT) yang lain[3] merupakan ajang perebutan kekuasaan organisasi ekstra universiter berbasis ideologi, yang notabene organisasi tersebut merupakan underbow dari partai politik yang ada. Adanya persaingan antar organisasi tersebut memungkinkan terjadinya seleksi dan kontrol yang kuat terhadap setiap pemegang kekuasaan. Dengan kata lain bahwa model Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) mensyaratkan adanya perbedaan kekuatan mahasiswa yang terbagi di dalam partai-partai yang berebut kekuasaan tertinggi (di Universitas).

Di sisi lain kekuatan LK UKSW terbagi-bagi atas Fakultas-Fakultas, dan sayangnya kekuatan ditingkatan Universitas tidak lagi menjadi perebutan karena keberadaannya sama seperti fakultas yang ke 15. LK UKSW merasa tida k perlu lagi berbenah diri karena sudah merasa menjadi yang terbesar di Salatiga?

Dari berbagai kondisi tersebut menyebabkan kebutuhan prisipil fingsionaris menjadi sangat minim sekali. Seolah-olah jika sudah bisa membuat proposal kegiatan dan hafal sedikit pasal dalam KUKM sudah menjadi Fungsionaris yang hebat. LDKM sebagai media penggodogkan calon pemimpin akan Fungsionaris terkesan sabagi syarat formal belaka. Lebih parah lagi dalam kondisi ketidak berdayaan LK tersebut, para Fungsionaris dengan terburu-buru membuat seperangkat aturan pewajiban kepada mahasiswa dengan asusmsi bahwa sikap mahasiswa yang tidak peduli terhadap LK menjadi penyebab utama keterpurukan LK.

Sudah barang tentu pola pendekatan anailis yang semacam demikian justru membuat keberadan LK menjadi semakin teralienasi dari mahasiswa, LK tidak lagi berpihak kepada mahasiswa, dan LK tidak lagi mampu menunjukkan kontribusinya keluar kampus, karena terlalu rapuh di dalam.

III. Apa yang Bisa Kita Lakukan

Sebagai satu-satunya wadah pengembangan kreatifitas mahasiswa di dalam Kampus, sudah barang terntu kita mesti berbenah diri, antara lain melalui:

  • Revitalisasi Struktur

Desain LK UKSW sekarang barangkali sudah cukup bagus, namun demikian bukan berarti kita lupa diri untuk tidak mengevaluasi kinerja lembaga ini. Perlu kita sadari bersama bahwa tantangan LK UKSW bukan hanya seputar keterbatasan Fasilitas kampus, pembiayaan, rezim yang berkuasa, sistem pendidikan trimester tetapi juga kita harus melihat kuatan poloitis di luar kampus. Ketidakmampuan Fungsionaris dalam memahami dan menjalankan LK akan sangat mudah sekali digunakan sebagai kuda tunggangan oleh broker untuk kepentingan pribadi yang tidak bertanggungjawab. Di sisi lain keberadaan UKSW sebagai salah satu PT Kristen menjadi suatu tantangan yang sangat besar, mengingat adanya kecenderungan pengusasan kekuatan mahasiswa oleh organisasi kanan radikal. Terlebih lagi jika kita  sangkaut pautkan dengan agenda neolib, maka kita kan menjadi sangat kecil…………

Sudah waktunya bagi kita mencari sutu desain LK yang berbasis fungsional, baik fungsi polotis internal kampus dalam rangka keberpihakan terhadap kepentingan mahasiswa; keluar kampus sebagai bentuk kepedulian terhadap penderitaan rakyat; dan sebgai media pembelajaran untuk mengembangkan kreatifitas diri.

  • Revitalisasi Pengelolaan Sumber Keuangan

Harus disadari bahwa kekuatan pergerakan mahasiswa selain basis ideologi juga berbasisi materi. Dengan pembagian keuangan di Fakultas atau di HMP maka kebutuhan LK untuk bersatu hanya sebatas koordinatif dalam rangka memperlancar proses birokrasi keuangan dalam penyelnggaraan kegiatan. Efektifitas dan keberhasilan suatu lembaga dapat dinilai dari penggunaan dan pengeloaan keuangan yang ada. LK UKSW merupakan sutau lebaga yang sangat tidak efektif dan efisien dalam mengelola keuangan. Itupun kita masih haus merangkak menghadap sang penguasa modal untuk berbelas kasihan, dimanakah idealiame kita?

Barangkali pendekatan pengelolaan keuangan terpusat menjadi salah satu alternatif, namun demikian eksekusi kegiatan harus lebih  diarahkan ke bawah, dalam hal ini Fakultas dan UKM.

  • Penguatan Pembinaan Kader

Kebutuhan akan kader-kader berkualitas tidak akan cukup hanya dengan LDKM ataupun pelatihan-pelatihan sejenisnya. Pendekatan melalui komunitas-komunitas diskusi terbukti menjadi lebih efektif, dengan desain yang luwes dan tidak terlalu formal.

Beberapa hal yang saya sampaikan tadi tidak akan bermakna apa-apa jika hanya sebatas wacana saja, dibutuhkan kebulatan tekad bersama dan kekuatan jiwa dan roh untuk mengispirasi diri kita untuk segera bangkit dari keterpurukan. Hidup mahasiswa…………


[1] Disampaikan dalam LDKM FBS, Salatiga 4 Maret 2006

 

[2] Mahasiswa Fakultas Biologi, Ketua Umum SMU UKSW periode 2005-2006.

[3] LK pada PT yang lain kebanyakan menggunakan model BEM, yang memungkinkan berdirinya partai-partai dan pemilu raya.